Kamis, 04 Desember 2008
Perutku terasa melilit
Terbungkus kabut
Dan udara mati yang berdebu
Inikah perbedaan
Di antara jarak musim ?
Bukan halangan lagi
Bila kau melangkah
Mengambil pilihan
Meski kau tahu
Jalan ini,
Penuh perbedaan
Perutku makin sakit
Serasa dicubit
Ratusan jari tangan
Mau ke mana kita ?
Sampai kapan kau akan menyeretku
Ke jalan tanpa tujuan ini ?
Inikah perbedaan
Yang kutemui di sisi simpang
Lajur kiri dan kanan
Jalan mulai sepi
Adakah lagi tampakan
Dari suatu perbedaan ?
-17.03.2008-
Label: Puisi
Rabu, 17 September 2008
Rasanya malu aku bekerja
kalau sudah begini
sejenak saja tak luput
kau lemparkan pandangan sengit
padaku
Rasanya gerah dan tersiksa
hanya duduk diam di balik meja
menulis, menggumam
namun bukan dengan kata-kata
Hentikan memandangku seperti itu !
bila kau masih ingin menikmati
syair-syairku yang terlahir dari dalam hati
yang percuma
bila hanya kau tatap sebelah mata
Sudahlah,
kini syair itu tak lagi berguna.
-17.03.2008-
Label: Puisi
Senin, 08 September 2008
Sepulang sekolah,
Setelah tas dan buku kubanting ke lantai
Tubuh letihku rebah
di atas ranjang
Sehabis makan
Setelah kuurus sisa makan dalam piringku
Tubuhku rebah lagi
di atas anyaman tikar pandan
Sehabis mandi,
Setelah kulemparkan sikat ke dalam ember
Tubuhku rebah
ditelan busa kasur
Dan,
lagi-lagi kuterseret arus mimpi
dalam ombak busa
dan kekangenan terhadap dirimu,
o, wahai pelitaku
yang kini telah padam
selamanya.
Dalam doa 'ku terisak tangis
dan lagi aku rebah
di atas sajadah
-11.03.2008-
Label: Puisi
Senin, 25 Agustus 2008
Aduh....
Udah lama ya Echa nggak nulis di sini....
habis Bapak jarang nganter ke warnet sih
Echa kan belum pasang internet di rumah
Oya,
tadi di sekolah waktu sholat dhuha berjamaah Echa nangis
gara-gara ingat Ibu..
Echa ingat bagaimana dulu Ibu membimbing Echa
tapi ya sudahlah..........
apa yang sudah terjadi biarkan saja
Echa kan tidak perlu meratapinya...
namun Echa akan selalu ingat
tentang kasih Ibu kepada beta :)
Label: kisahku
Senin, 14 Juli 2008
Kedung Sekokop ini adalah tempat yang membuat orang dewasa seperti Bapak harus agak megap-megap ( sulit bernapas), sebab atap guanya merendah hingga mendekati permukaan air, dan orang dewasa harus melewatinya dengan berjongkok atau merunduk, sebab bila tidak kepala akan terbentur atap gua. Nah, karena harus berjongkok itulah, permukaan menjadi setinggi mulut dan membuat orang dewasa megap-megap. Tapi buat aku nggak, kok. Aku masih terlalu pendek sehingga atap gua yang rendah pun tak sampai menyentuh kepalaku. Tapi, ya, permukaan air setinggi dadaku membuatku agak megap-megap juga.
Bersama : Om Iyek, Om Lejan, Bapak, Tya, Naya, Tante Retno, Tante Igo.
Label: kegiatan
Lagi–lagi tatapan mata itu
menari–nari di hadapanku
seakan membayangi diriku
’tuk ucapkan kata rindu padamu
Bunda...
dalam keheningan malam
serta deras alir sungai penuh kebeningan
dan embun kabut yang selimutiku
selalu teringat saat–saat bahagia kita
dan kenangan yang masih membekas
tiada pernah pudar selamanya
dalam hatiku
Peluk hangatmu
yang terus baluri tubuhku
dengan doa penuh ketulusan
Kau berikan lagi
peluk hangat itu
Kau jalari lagi
peluk hangat itu
Pada tubuhku yang menggigil
kumal dan beradu dengan debu
Terimakasih, bunda.....
-21.01.2008-
Label: Puisi
Selama ini aku tak pernah mengerti
Mengapa ada orang yang masih mencoba
Memanggil bayang-bayang
Selama ini aku tak pernah mengerti
Mengapa masih ada orang
yang bersiul demi kegelapan hampa
Selama ini yang kutahu hanya
Bagaimana orang dewasa menjalin kasih dengan anaknya
Bagaimana orang dewasa menyulam cinta untuk anaknya
Bagaimana orang dewasa mencoba mengerti perasaan anaknya
dan bagaimana sang anak tak kenal lelah
untuk berusaha menjaring kasih dan cinta
yang ditaburkan. Bukan hanya satu.
Tapi, aku masih belum mengerti
Mengapa orang dewasa pun memanggil bayang-bayang
tak bernama.
Padahal di sisi mereka selalu setia
sang anak menanti
sang Papa memanggil namanya.
”Marilah, Nak,
Kami tak akan memanggil bayang-bayang lagi.
Tapi, kami akan memanggil namamu.
Bila ada sesuatu,
Katakanlah, Nak.
Begitu juga dengan kami,
Orang dewasa yang mencoba mengerti,
Hati kanak, seperti yang kau punya.”
-12.03.2008-
Label: Puisi
Jumat, 11 Juli 2008
Hari minggu tanggal 16 Desember 2007, aku diajak Bapak ke Gua Cerme lagi. Kami ke sana sama Tante Retno, Tante Igo, Om Iyek, Om Lejan dan kedua adikku, Tya dan Naya. Asyik buanget, deh ! Pasti, awal-awalnya agak takut-takut juga, sih, tapi perasaan takut itu langsung dapat ditepis, berganti decak kagum karena pesona gua yang tiada duanya.
Sebenarnya lima tahun lalu, tepatnya waktu aku masih TK, aku sudah pernah diajak ke Gua Cerme ini. Tapi karena dulu aku masih terlalu kecil dan pendek, aku ditarik pake ban. Kan jadi kurang asyik gitu ! Habis aku nggak bisa ngrasain apa-apa. Iya kan ? Makanya aku senang banget diajak lagi ke Gua Cerme kali ini, apalagi ada adik-adikku yang perlu dikenalkan dengan daerah karst!
Tahu nggak, keluar dari gua kami disambut oleh apa? Hujan ! Iya, hujan deras sekali! Udah menggigil habis menjelajah sungai bawah tanah Gua Cerme, masih harus melewati ribuan tetes air yang membasahi seluruh pakaian kami. Agak sebel juga sih. Tapi yang penting aku sudah mendapat pengalaman berharga. Lagi pula hujan kan tidak bisa ditolak? Hujan adalah pemberian dari Yang Kuasa, sehingga mau tidak mau kita harus ikhlas menerima.
Oh, ya. Bicara tentang keputusan Tuhan, aku jadi teringat bahwa penjelajahan Gua Cerme bersama bapak dan adik-adikku kali ini tidak didampingi ibuku tercinta. Sedih ya? Kuharap enggak, karena siapa tahu, ibuku di surga lagi menjelajah gua abadi bersama Tuhan. Hehe.. maklum, pengkhayal. Sukanya mikirin sesuatu yang aneh-aneh. Tapi nggak ada salahnya kan?
Ya sudah, sekian dulu ceritaku kali ini. Kapan-kapan kusambung lagi, deh. Bye bye !
Label: kegiatan
Minggu, 30 Maret 2008
udah lama nih gak diajak bapak ke warnet
habisnya warnetnya agak jauh dari rumah
jadi butuh bantuan transportnya
ngomong-ngomong nih...
tadi aku habis dari rumahnya Eyang Darwito
dirumahnya, eyang cuma tinggal sendirian
padahal rumahnya gede, lho
dan penuh rahasia juga
ada banyak kaleng
didalamnya selalu ada benda-benda menarik
yang bikin aku dan adik-adik kepingin memilikinya
setelah minta ijin sama eyang
dan eyang membolehkan kami membawa benda itu pulang
kami lalu bersorak gembira ! :)
nah... itu akan jadi bahan ceritaku nanti
sebenarnya dirumah sudah banyak cerita-cerita yang aku bikin
tapi belum sempet dipindahin ke blog
ya.... nanti aja deh, tunggu ya... bye !
Label: kegiatan
Sabtu, 29 Maret 2008
Lucu ! Lucu !
Benar – benar lucu !
Itu bagiku,
entah bagimu ?!
Ha ha ha ha
Kau dengar renyah tawaku ?
Ha ha ha ha
Aku benar – benar ingin tertawa
sekali lagi
Bolehkah ?
Ha ha ha ha
Lucu ! Lucu !
Benar – benar lucu !
Ha ha ha ha ha ha ha ha . . . . . . . . . .
-16.01.2008-
Label: Puisi
Jumat, 28 Maret 2008
Warnamu yang jernih membiru
Bermandikan buih putih yang terbebas dari debu
Ketika kudatang menghambur ke pelukmu
Kau sambut aku dengan terjangan ombak di sela jari kakiku
Batu karang yang berdiri kokoh di tepi
Menanti untuk dijejali
Seakan membayangi diri
Untuk berdiri pada puncakmu yang abadi
Kulit kerang bertebaran
Laksana intan berlian terhamparkan
Berkilat ditimpa sinar mentari
Kilau sinarmu terpancar
Meski sering hanyut terbawa ombak
Atau tergelinding di antara pasir putih
Kau tetap licin bak permata
Panoramamu sulit dilupa
Menjelma menjadi ingatan yang kekal dalam hatiku
Tak ada foto yang sia-sia
Ketika dikaitkan dengan masa laluku
Bersama Laut
Yang makin jernih membiru
-07.01.2008-
Label: Puisi
Kamis, 27 Maret 2008
Dulu aku tak mengerti
Mengapa aku tak boleh bertanya
Mengapa aku tak boleh tahu
Tentang arti kehidupan
Dulu aku tak mengerti
Mengapa aku tak boleh bertanya
Mengapa aku tak boleh tahu
Tantang sebab aku dilahirkan
Namun kini aku menyadari
Bahwa inilah kehendak Tuhan
Dan tak ada yang boleh melarang
Perbuatan Tuhan yang demikian
Kini aku tahu
Apa arti kehidupan
Dan aku sudah boleh bertanya
Mengapa aku dilahirkan
Dan kau tahu jawabnya
Ini kehendak Tuhan semata !
Sehinga siapapun tak berhak melarangNya
Tak terkecuali aku
Yang mungkin belum mensyukuri
Karunia yang diberikanNya
Rezeki yang dilimpahkanNya
Dan udara yang tak ada habisnya
Untuk nafas makluk ciptaanNya
Tuhan, aku akan mengadu
Dan bertanya mengapa
Bolehkah ?
Aku tahu ibuku sakit
Aku tahu ibuku menderita
Namun mengapa
Engkau mencabut nyawanya
Sebelum aku tumbuh
Dan dewasa di depan matanya ?
Mengapa ?
Bolehkan aku tahu
Satu hal lagi
Mengapa
Kau masih sediakan udara
Buat hambamu
Yang bangga dengan dosanya ?
Terimakasih, Tuhan
Atas jawaban yang kau berikan
padaku
-14.01.2008-
Label: Puisi
Sabtu, 23 Februari 2008
Semburat matahari senja
perlahan turun
dan terbenam
Seirama dengan terbenamnya hatiku
dalam bisikan mimpi
diantara sepi yang mengelilingi
Ketika ku terjaga
diantara malam gulita
Mulai kucari sosokMu
Mulai kubisikkan namaMu
dan kurindu hangat pelukMu
Tuhan,
kemarilah, temani aku
Esok,
Ketika matahari turun lagi
Jangan tinggal aku lagi
sendiri
berteman sepi
Dan kini,
Aku harap Kau
menjelmakan diri
sebagai pelita dan penunjuk jalan
dalam arus mimpi
Jelmalah, Tuhan
menjadi bisikan doa lembut di telinga
yang selalu temani aku
terbawa arus mimpi lagi
lagi dan lagi
deras tiada henti
16.01.2008
Label: Puisi
Senin, 11 Februari 2008
Sebuah Pesan Pendek
Echa:
Tante Retno sudah berangkat? Hati-hati ya, makasih atas semua yang Tante berikan selama di Jogja. Kapan-kapan main lagi ya Tante. Sampai ketemu.
Tante Retno:
Belum. Bentar lagi. Masih ditungguin Bapak. Nanti kalau Tante libur lagi, Tante ke Jogja lagi. Atau Echa yang main ke rumah Tante ya. Kirim surat jangan lupa. Cium sayang buat adik-adik ya.
Label: Tante Retno
Minggu, 10 Februari 2008
Label: Puisi Pujangga
Sabtu, 09 Februari 2008
selalu, setiap perjalanan keluhkesah itu kau tak ingin sampai, di atas andong kau bertanya siapa di antara kita kusirnya kau tak ingin sampai, di setiap tikungan membaca arah angin dan namanama gang.
orangorang, selalu seperti memulai hari berangkat dan pulang, bergegas, dan entah siapa memburu dan siapa diburu. kita pun melangkah di antara perjalanan keluhkesah. dan selalu gagal membaca arah.
2.
ada yang selalu mengantarmu ke segenap arah, desa demi desa, tapi akhirnya kau hanya sendiri di atas catatan duka di deretan hari, mengapa selalu kau buka buku harian :sebab katamu, kenangan itu racun. hari ini aku melihat wajahmu seperti patungpatung gerabah di Kasongan. lalu hatiku tertawa, mengejek kenyataan hidup. sebab masa lalu itu racun, dan kita bersenangsenang atas kesedihan hari ini. maka, jika rindu, pulang saja ke hotel, dan gambarlah rumah dan hirukpikuk kotamu yang angkuh.
3.
kutunggu engkau di stasiun, beberapa jam usiaku hilang, kutunggu sepanjang rel dan bangkubangku yang bisu. kuingin Yogya, untuk seluruh waktu senggangmu, sebab hidup mesti dihitung dan setiap tetes keringat dan untuk itulah aku menanggalkan detik demi detik usiaku? kutunggu engkau di stasiun, hingga detik menjadi tahun.
kukira Joan Sutherland dan Mozart dalam Die Zauberflote. tapi seorang perempuan kecil meminta sekeping uang logam, dan menyanyikan kesedihan yang membeku di matahari terik dan aspal membara, tak selesai, ya, memang tak pernah selesai. hanya mulutnya yang bergerakgerak di luar kaca dan suara mencekam Sutherland. Yogya semakin tua, dan dimanamana kudengar ceritacerita kesedihan. tapi di pasar Ngasem, engkau bisa membeli seekor burung yang tak henti berkicau, dan menjadi begitu pendiam saat kaubawa pulang.
sebuah surat kutemukan di Malioboro, tampaknya seorang gadis telah patah hati, dan mencari kekasihnya di etalaseetalase dan di antara tumpukan barangbarang kaki lima, tak kutemu, di seluruh sudut kota ini pun tak ada bayangbayang kekasih itu. kutemukan surat itu, dan kukirimkan kembali entah ke mana, suatu hari kau menemuiku, dan membawa segenggam surat hitam: tak beralamat, tapi kau tak pernah membacanya, dan aku menulis kembali surat demi surat tak beralamat dan tak kukirim ke manapun.
rindu kadang menyakitkan tapi apa yang disembunyikan kota lama ini? seseorang tak ingin pergi dan membangun sebuah rumahsiput. seseorang tak ingin pergi dan mencatat berderet peristiwa untuk menjadikannya hanya kenangan.
Label: Puisi Pujangga
Kamis, 07 Februari 2008
Ini hanya sekedar kata
Atau isapan jempol belaka
Ketika lepas dari bibir
Yang tak harap kau tertawa
Mimpiku bagai musnah
Ditelan bencana
Sejumlah melayangnya nyawa
Para korban tiada dosa
Tapi mengapa
Belum ada jua
Yang mau mengerti
Akan mimpi yang akan jadi nyata
Ibu-ibu tua
Meratap penuh harap
Mengadu pada Tuhan
Sederas darah dan air mata
Yang terus mengalir
di dunia penuh bencana
Do’a mereka terucap
Sepatah demi sepatah
Namun mereka yakin
Semua pasti terkabul
Bukan sebagai mimpi !
Asa yang pasti
Do’a para janda tua
yang kerap dengan derita
bukan angan belaka
bukan kebohongan
seperti yang terucap dari bibirku
-14.01.2008-
Label: Puisi
Rabu, 06 Februari 2008
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya....
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu....
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
-Kerendahan Hati, oleh Taufik Ismail-
Label: Puisi Pujangga
Senin, 04 Februari 2008
Kata itu terucap
begitu saja
dari ujung bibirku
Namun ketika aku
belum dapat membuktikannya
kasih itu tersenyum
seolah mengerti
apa yang kurasa
Bunda,
Kuucapkan kata ini
Lebih dari lisan yang kau minta
Sebab rinci saja tak cukup
Untuk mengungkapkan
Rasa sayangku
padamu, Bunda
Namun pekatnya malam
Seolah menghina
Kehadiranku disini
Hanya untuk mengecup keningmu, Bunda
Yang telah jauh
Di alam fana
Kutepis rindu yang menggelora
dengan segenggam kembang
yang harum
Dan kutebar
Di atas gundukan tanah yang baru diurug
Sebagai tempat peristirahatan terakhirmu,
Sayang
-14.01.2008-
Label: Puisi
Minggu, 03 Februari 2008
Dendam itu terbalas sudah
Tak akan lagi terdengar desah
Diantara senggang waktu
Yang memisahkan antara kau dan aku
Namun kini apa yang terjadi
Tak dapat dielakkan lagi
Dendam pada bencana
Tak akan ada akhirnya
Kusadari itu
Dendam yang tiada henti
Akan membawamu pada kesengsaraan
Penderitaan yang tiada tepi
akan menjadi saksi
bagi hidupmu
yang penuh dengan
hamparan bara dendam
Terus menyala
Panas tiada tara
-14.01.2008-
Label: Puisi
Sabtu, 02 Februari 2008
Jarum jam itu
terus berputar
melintas-lintas
bebas. Tanpa kendali
Jarum jam itu
menari dan bergoyang
mengikuti dentang lonceng
yang bergema
dalam ruang
sunyi senyap
Tak akan ada lagi
putaran waktu yang sama
untuk kedua kalinya
dalam hidup
dan nyawa
yang tanpa cadangan
Dan tak ada lagi
sesal yang terucap
ketika sang bayu
menerbangkan nyawa
menghadap
Yang Kuasa
Jadi
Jangan coba
Hentikan putar jarum jam
Sebab waktu Tuhan
Akan terus berjalan
Tanpa kenal lelah
16.01.2008
Label: Puisi
Sabtu, 26 Januari 2008
Tante senang sekali baca puisi-puisi Echa yang dikirim Bapak terakhir. Banyak kemajuannya. Seperti baca puisi yang dibikin orang dewasa...
Label: Tante Retno
Rabu, 23 Januari 2008
Aku tahu,
semua membisu
Ketika diri-Mu terus lemparkan pandangan mata
Yang tak henti tebarkan rindu
Di sela kekosongan yang menerpa
Aku tahu,
Semua ada batasnya
Namun Surga-Mu
Yang menanti di akhirat sana
Selalu menyiratkan keindahan yang tiada duanya
Selalu hamparkan panorama indah yang menyejukkan hati
Hati semua yang ingin menikmatinya
Esok, tatkala kami telah lulus ujian yang Kau berikan
Kan kami songsong Surga-Mu yang dengan penuh rindu
Tuhanku,
Sudilah Engkau berbagi keindahan Surga
Pada kami yang hampa ?
Terimakasih
-07.01.2008-
Label: Puisi
Selasa, 22 Januari 2008
Gugus bintang tengah malam
yang muncul tanpa perhatian
seluruh insan
hanyut terbawa derasnya arus mimpi
dan . . .
Gugus bintang
mulai pudar satu persatu – satu
dari dalam hatiku
karena
akupun terseret derasnya arus mimpi
dalam deraan tengah malam
Gugus bintang yang tinggal satu kerlipan
melambai padaku
dari balik tirai
yang masih menganga
mengharap perhatian
-16.01.2008-
Label: Puisi
Senin, 21 Januari 2008
Warnamu yang indah itu
Selalu lekat tak terurai dalam hatiku
Pesonamu yang kemilau
Jadikan aku terkesan tatkala memandangmu
Engkau muncul
Diantara cerahnya rona mentari
Serta butir air hujan
Yang tinggal satu-satu
Selaksa warna-warna abadi
Yang datang tuk menghiasi
Langit yang masih separuh kelabu
Asli serta murni
Itulah gambaranku
Bagi kau
Yang dicipta oleh Tuhan MahaBisa
Mejikuhibiniu
Itulah warnamu
Merah jingga kuning hijau biru
Serta ungu
Warna favoritku
-07.01.2008-
Label: Puisi
Minggu, 20 Januari 2008
Sekeras karang tepi laut
Yang gambarkan kokohnya dirimu
Sedingin lelehan embun
di pucuk daun meruncing
Itulah dirimu yang selalu melekat dalam pikirku
Torehan luka yang menggores
Tak lagi nampak di tubuhmu
Seakan menyatu dengan kulit
Yang berlumur debu
Batu,
Andai kau tak jauh dariku
Kuakan gambarkan dirimu
Lebih dari sekedar
Jelas serta merinci
Meski hanya abadi
dalam tulisan serta bait-bait puisiku
- 06.01.2008 -
Label: Puisi
Sabtu, 19 Januari 2008
Ah... nggak tau nih, kok tiba - tiba aku jadi pingin nulis apa aja...
Tapi aku paling pingin menceritakan kekangenanku sama Ibu yang udah sama Allah di Surga. Habisnya... kayaknya semua orang lagi sibuk dengan urusannya masing - masing. jadi nggak ada tempat buat menampung cerita-ceritaku kan?
Ah, padahal sekali membisikkan hal ini pada serumpun bunga saja hatiku udah lega kok... Nggak perlu panggil orang lain.. cukup aku dan Allah yang akan saling bertukar cerita.
Tapi...rasanya kok belum puas yah? Padahal 'kan, Allah adalah segala yang kita butuhkan...
Tapi..jadi teringat ibuku lagi nih... ngomongin siapa yang biasanya nemenin aku ngobrol,yang selalu jadi tempat curhatku.. Wah, pokoknya dulu ibuku adalah fasilitas yang paling komplit yang diberikan Allah untuk melengkapi kehidupanku. Tapi sayang...
Oh ya, ngomong-ngomong tadi aku baru aja ikut lomba baca puisi lho... Tapi belum rejekinya kali, jadi belum dapet juara...Tapi aku nggak kapok kok, kapan - kapan aku bakal ikut lomba lagi...
Eh, tapi aku juga sempet (hampir) nangis lho, teringat peserta lomba yang lain pada didampingi ibunya, sementara aku nggak...
Tapi yah, mau gimana lagi?
Jadi, kalian yang masih punya orang tua yang lengkap harus bersyukur ya, dan jangan lupa, tunjukin bakat dan prestasimu, mumpung beliau-beliau masih ada...
Label: Kerinduanku
Selasa, 08 Januari 2008
Suara azan terdengar
Dari surau dan langgar
Subuh telah tiba
Menebar harum embun dan bunga
Kokok ayam jantan bersahut – sahutan
Semilir angin sejuk dan segar
Langit gelap berganti terang
Alangkah indah pemandangan
Duhai anugerah alam
Betapa menakjubkan pergantian malam
Datanglah sinar nan cerah
Matahari menggantikan rembulan
Oleh ika budi rahayu, 2005
Label: Puisi Ibu
Pada suatu hari di bulan syawal
Berbondong-bondong orang menuju
tanah lapang
koran-koran pun digelar
sajadah dibentangkan
mukena dikenakan
mulut terbuka
menyebut Yang Kuasa
Pukul delapan
Orang-orang berdiri
Suara takbir terdengar
Tangan diangkat
Kemudian diletakkan di dada
Pada rakaat pertama
Tujuh kali melakukan hal yang sama
Rakaat kedua
Cukup lima kali saja
Yogyakarta, 17 November 2006
Label: Puisi
Minggu, 06 Januari 2008
berseru-seru memanggil dini hari
dan matahari pamer sinar
bukalah jendela lebar-lebar
Hari ini milikmu
esok milikmu, juga masa lalu
Sekar, kau boleh pergi kemana kau mau
Langkahkan kaki dan melompat
di sepanjang nasib yang terbentang
seperti jalan bebas hambatan
Katakan masih ada semangat
kau simpan dalam tasmu
Kau kemas bersama bekal dan bukumu
Jangan pedulikan pemandangan indah di kanan
dan yang buruk di kiri
Melaju seperti pembalap ulung
dan yakin kemenangan di tanganmu
Sekar
adalah semangatmu kau tempa dalam banyak ujian
dan tahun-tahun keengganan
Sekar
adalah obsesimu
pergilah dan raih cakrawala
dari manapun kau harus mulai
-01.01.08-
Label: Tante Retno
Selasa, 01 Januari 2008
Anakku lelap dipeluk guling
matanya mimpi sukmanya berayun
'ayah, darimana kunang kunang kecil datang membawa api
'anakku anakku, bukan panas dia berapi
berbekal hangat ibunya dia menari
'ayah, mau kemana kunang kunang pergi
'anakku, bukan pergi bukan pergi
esok malam bersamamu dia menari
dalam mimpi
Anakku lelap dipeluk guling
menunggu hangat hinggap dimatanya
-Deden Tristiyana-
Label: Puisi Pujangga