Sabtu, 23 Februari 2008
Semburat matahari senja
perlahan turun
dan terbenam
Seirama dengan terbenamnya hatiku
dalam bisikan mimpi
diantara sepi yang mengelilingi
Ketika ku terjaga
diantara malam gulita
Mulai kucari sosokMu
Mulai kubisikkan namaMu
dan kurindu hangat pelukMu
Tuhan,
kemarilah, temani aku
Esok,
Ketika matahari turun lagi
Jangan tinggal aku lagi
sendiri
berteman sepi
Dan kini,
Aku harap Kau
menjelmakan diri
sebagai pelita dan penunjuk jalan
dalam arus mimpi
Jelmalah, Tuhan
menjadi bisikan doa lembut di telinga
yang selalu temani aku
terbawa arus mimpi lagi
lagi dan lagi
deras tiada henti
16.01.2008
Label: Puisi
Senin, 11 Februari 2008
Sebuah Pesan Pendek
Echa:
Tante Retno sudah berangkat? Hati-hati ya, makasih atas semua yang Tante berikan selama di Jogja. Kapan-kapan main lagi ya Tante. Sampai ketemu.
Tante Retno:
Belum. Bentar lagi. Masih ditungguin Bapak. Nanti kalau Tante libur lagi, Tante ke Jogja lagi. Atau Echa yang main ke rumah Tante ya. Kirim surat jangan lupa. Cium sayang buat adik-adik ya.
Label: Tante Retno
Minggu, 10 Februari 2008
Label: Puisi Pujangga
Sabtu, 09 Februari 2008
selalu, setiap perjalanan keluhkesah itu kau tak ingin sampai, di atas andong kau bertanya siapa di antara kita kusirnya kau tak ingin sampai, di setiap tikungan membaca arah angin dan namanama gang.
orangorang, selalu seperti memulai hari berangkat dan pulang, bergegas, dan entah siapa memburu dan siapa diburu. kita pun melangkah di antara perjalanan keluhkesah. dan selalu gagal membaca arah.
2.
ada yang selalu mengantarmu ke segenap arah, desa demi desa, tapi akhirnya kau hanya sendiri di atas catatan duka di deretan hari, mengapa selalu kau buka buku harian :sebab katamu, kenangan itu racun. hari ini aku melihat wajahmu seperti patungpatung gerabah di Kasongan. lalu hatiku tertawa, mengejek kenyataan hidup. sebab masa lalu itu racun, dan kita bersenangsenang atas kesedihan hari ini. maka, jika rindu, pulang saja ke hotel, dan gambarlah rumah dan hirukpikuk kotamu yang angkuh.
3.
kutunggu engkau di stasiun, beberapa jam usiaku hilang, kutunggu sepanjang rel dan bangkubangku yang bisu. kuingin Yogya, untuk seluruh waktu senggangmu, sebab hidup mesti dihitung dan setiap tetes keringat dan untuk itulah aku menanggalkan detik demi detik usiaku? kutunggu engkau di stasiun, hingga detik menjadi tahun.
kukira Joan Sutherland dan Mozart dalam Die Zauberflote. tapi seorang perempuan kecil meminta sekeping uang logam, dan menyanyikan kesedihan yang membeku di matahari terik dan aspal membara, tak selesai, ya, memang tak pernah selesai. hanya mulutnya yang bergerakgerak di luar kaca dan suara mencekam Sutherland. Yogya semakin tua, dan dimanamana kudengar ceritacerita kesedihan. tapi di pasar Ngasem, engkau bisa membeli seekor burung yang tak henti berkicau, dan menjadi begitu pendiam saat kaubawa pulang.
sebuah surat kutemukan di Malioboro, tampaknya seorang gadis telah patah hati, dan mencari kekasihnya di etalaseetalase dan di antara tumpukan barangbarang kaki lima, tak kutemu, di seluruh sudut kota ini pun tak ada bayangbayang kekasih itu. kutemukan surat itu, dan kukirimkan kembali entah ke mana, suatu hari kau menemuiku, dan membawa segenggam surat hitam: tak beralamat, tapi kau tak pernah membacanya, dan aku menulis kembali surat demi surat tak beralamat dan tak kukirim ke manapun.
rindu kadang menyakitkan tapi apa yang disembunyikan kota lama ini? seseorang tak ingin pergi dan membangun sebuah rumahsiput. seseorang tak ingin pergi dan mencatat berderet peristiwa untuk menjadikannya hanya kenangan.
Label: Puisi Pujangga
Kamis, 07 Februari 2008
Ini hanya sekedar kata
Atau isapan jempol belaka
Ketika lepas dari bibir
Yang tak harap kau tertawa
Mimpiku bagai musnah
Ditelan bencana
Sejumlah melayangnya nyawa
Para korban tiada dosa
Tapi mengapa
Belum ada jua
Yang mau mengerti
Akan mimpi yang akan jadi nyata
Ibu-ibu tua
Meratap penuh harap
Mengadu pada Tuhan
Sederas darah dan air mata
Yang terus mengalir
di dunia penuh bencana
Do’a mereka terucap
Sepatah demi sepatah
Namun mereka yakin
Semua pasti terkabul
Bukan sebagai mimpi !
Asa yang pasti
Do’a para janda tua
yang kerap dengan derita
bukan angan belaka
bukan kebohongan
seperti yang terucap dari bibirku
-14.01.2008-
Label: Puisi
Rabu, 06 Februari 2008
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya....
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu....
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
-Kerendahan Hati, oleh Taufik Ismail-
Label: Puisi Pujangga
Senin, 04 Februari 2008
Kata itu terucap
begitu saja
dari ujung bibirku
Namun ketika aku
belum dapat membuktikannya
kasih itu tersenyum
seolah mengerti
apa yang kurasa
Bunda,
Kuucapkan kata ini
Lebih dari lisan yang kau minta
Sebab rinci saja tak cukup
Untuk mengungkapkan
Rasa sayangku
padamu, Bunda
Namun pekatnya malam
Seolah menghina
Kehadiranku disini
Hanya untuk mengecup keningmu, Bunda
Yang telah jauh
Di alam fana
Kutepis rindu yang menggelora
dengan segenggam kembang
yang harum
Dan kutebar
Di atas gundukan tanah yang baru diurug
Sebagai tempat peristirahatan terakhirmu,
Sayang
-14.01.2008-
Label: Puisi
Minggu, 03 Februari 2008
Dendam itu terbalas sudah
Tak akan lagi terdengar desah
Diantara senggang waktu
Yang memisahkan antara kau dan aku
Namun kini apa yang terjadi
Tak dapat dielakkan lagi
Dendam pada bencana
Tak akan ada akhirnya
Kusadari itu
Dendam yang tiada henti
Akan membawamu pada kesengsaraan
Penderitaan yang tiada tepi
akan menjadi saksi
bagi hidupmu
yang penuh dengan
hamparan bara dendam
Terus menyala
Panas tiada tara
-14.01.2008-
Label: Puisi
Sabtu, 02 Februari 2008
Jarum jam itu
terus berputar
melintas-lintas
bebas. Tanpa kendali
Jarum jam itu
menari dan bergoyang
mengikuti dentang lonceng
yang bergema
dalam ruang
sunyi senyap
Tak akan ada lagi
putaran waktu yang sama
untuk kedua kalinya
dalam hidup
dan nyawa
yang tanpa cadangan
Dan tak ada lagi
sesal yang terucap
ketika sang bayu
menerbangkan nyawa
menghadap
Yang Kuasa
Jadi
Jangan coba
Hentikan putar jarum jam
Sebab waktu Tuhan
Akan terus berjalan
Tanpa kenal lelah
16.01.2008
Label: Puisi