Senin, 14 Juli 2008

Wisata ke Gua Cerme


Halo teman...! Untuk kedua kalinya aku akan menceritakan pengalamanku berlibur di perut bumi ! Kali ini, aku mengunjungi obyek wisata Gua Cerme yang di dalamnya terdapat sungai bawah tanah yang mempesona.

Gua Cerme ini berawal di dusun Srunggo, desa Selopamioro, kecamatan Imogiri, kabupaten Bantul, Yogyakarta, dan berakhir di Dusun Ploso, Desa Giri Tirto, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Gua nan elok ini memiliki panjang lorong total 1,3 km. Namun, jarak yang kami tempuh dari mulut Gua Cerme sampai Luweng Ploso hanya 1 km, sebab sisanya merupakan percabangan lorong yang berakhir pada jalan buntu.
Ornamen yang terdapat di gua ini juga tak kalah indah dengan gua lainnya. Bahkan, yang menarik adalah di Gua Cerme ini terdapat pula sebuah air terjun yang tingginya sekitar 2 meter. Jarang, lho, ada air terjun dalam perut bumi ! Air terjun ini dinamakan ’Grojogan Sewu’ oleh masyarakat sekitar. Wow, menarik sekali namanya, ya ? Ini sesuai dengan keadaan air terjun tersebut yang airnya tetap mengalir meski musim kemarau dan bertambah deras pada musim penghujan.
Oh ya, tinggi permukaan air dalam gua ini tidak membuatku tenggelam, lho ! Tapi, ada juga sih, yang agak dalam sehingga untuk melewatinya aku harus berjinjit sampai sepatu bootku hampir lepas. Maklum,tubuh pendek ! Hihi...

Tapi tentu saja, adik – adikku (yang juga ikut !) digendong oleh Bapak dan teman Bapak untuk melewati sungai bawah tanah di Gua Cerme ini. Kalau tidak, tentu saja mereka tenggelam !

Tya dan Naya ’kan masih kecil ! Tuh, anak usia 4 dan 6 tahun saja sudah masuk gua, masa teman-teman belum, sih . . . Eh, jangan nangis, iya deh, kalau besok ada yang mau, aku ajak masuk gua deh. Tapi nggak janji, lho. Soalnya ’kan butuh biaya buat transport menuju ke sana.

Cerita apa lagi, ya? Tentang air? Oh iya, hampir lupa, di sini juga ada yang namanya ‘Kedung Sekokop’ lho . . . Lucu, ya, namanya ? Ah, wong jowo!

Kedung Sekokop ini adalah tempat yang membuat orang dewasa seperti Bapak harus agak megap-megap ( sulit bernapas), sebab atap guanya merendah hingga mendekati permukaan air, dan orang dewasa harus melewatinya dengan berjongkok atau merunduk, sebab bila tidak kepala akan terbentur atap gua. Nah, karena harus berjongkok itulah, permukaan menjadi setinggi mulut dan membuat orang dewasa megap-megap. Tapi buat aku nggak, kok. Aku masih terlalu pendek sehingga atap gua yang rendah pun tak sampai menyentuh kepalaku. Tapi, ya, permukaan air setinggi dadaku membuatku agak megap-megap juga.
Di satu bagian gua, sembari melangkahkan kaki yang terasa risih karena basah, dan beratnya sepatu boot yang terisi penuh dengan air, terciumlah bau yang khas. Bau kotoran kelelawar yang jatuh diantara ornamen-ornamen gua membuatku hampir bersin. Nggak kok, baunya nggak terlalu menyengat, tapi hidungku jadi geli karenanya. Hatchuuu!
Wah, ternyata tidak hanya kotorannya saja yang ada dalam gua, hewannya pun banyak bergelantungan di atap gua itu. Hal ini baru aku ketahui saat teman Bapak yang membawa handycam menyorotkan senternya ke bagian atap gua itu. Cahaya senter yang terang membuat sebagian kelelawar terkejut dan melayang-layang di atap gua. Auw, baunya makin membuat hidungku geli! Hatchuuu!

Sebentar lagi pintu keluar! Ah, rasanya sudah tak sabar ingin mencium udara segar di luar gua! Tetapi tiba di luar gua ternyata kami disambut oleh sesuatu yang hebat! Hujan! Iya, hujan yang deras sekali ! Yah, sudah basah tambah basah, deh!

Sekian dulu, ya, pembaca. Mohon maaf bila ada kesalahan. Sekali lagi, Echa mengajak teman-teman buat mengisi Mading V A biar seru dan rame...
Berkarya itu lebih dari asyik, lho . . .
______________________

Wisata Gua Cerme pada tanggal 16 Desember 2007
Bersama : Om Iyek, Om Lejan, Bapak, Tya, Naya, Tante Retno, Tante Igo.

-ditulis untuk Mading V A di sekolahku-




Peluk Hangat yang Kurindu

Lagi–lagi tatapan mata itu
menari–nari di hadapanku
seakan membayangi diriku
’tuk ucapkan kata rindu padamu

Bunda...
dalam keheningan malam
serta deras alir sungai penuh kebeningan
dan embun kabut yang selimutiku
selalu teringat saat–saat bahagia kita
dan kenangan yang masih membekas
tiada pernah pudar selamanya
dalam hatiku

Peluk hangatmu
yang terus baluri tubuhku
dengan doa penuh ketulusan
Kau berikan lagi
peluk hangat itu
Kau jalari lagi
peluk hangat itu
Pada tubuhku yang menggigil
kumal dan beradu dengan debu

Terimakasih, bunda.....

-21.01.2008-

Memanggil Bayang-Bayang

Selama ini aku tak pernah mengerti
Mengapa ada orang yang masih mencoba
Memanggil bayang-bayang

Selama ini aku tak pernah mengerti
Mengapa masih ada orang
yang bersiul demi kegelapan hampa

Selama ini yang kutahu hanya
Bagaimana orang dewasa menjalin kasih dengan anaknya
Bagaimana orang dewasa menyulam cinta untuk anaknya
Bagaimana orang dewasa mencoba mengerti perasaan anaknya
dan bagaimana sang anak tak kenal lelah
untuk berusaha menjaring kasih dan cinta
yang ditaburkan. Bukan hanya satu.

Tapi, aku masih belum mengerti
Mengapa orang dewasa pun memanggil bayang-bayang
tak bernama.
Padahal di sisi mereka selalu setia
sang anak menanti
sang Papa memanggil namanya.

”Marilah, Nak,
Kami tak akan memanggil bayang-bayang lagi.
Tapi, kami akan memanggil namamu.
Bila ada sesuatu,
Katakanlah, Nak.
Begitu juga dengan kami,
Orang dewasa yang mencoba mengerti,
Hati kanak, seperti yang kau punya.”

-12.03.2008-

Jumat, 11 Juli 2008

Pengalaman Gua Cerme

Hari minggu tanggal 16 Desember 2007, aku diajak Bapak ke Gua Cerme lagi. Kami ke sana sama Tante Retno, Tante Igo, Om Iyek, Om Lejan dan kedua adikku, Tya dan Naya. Asyik buanget, deh ! Pasti, awal-awalnya agak takut-takut juga, sih, tapi perasaan takut itu langsung dapat ditepis, berganti decak kagum karena pesona gua yang tiada duanya.

Sebenarnya lima tahun lalu, tepatnya waktu aku masih TK, aku sudah pernah diajak ke Gua Cerme ini. Tapi karena dulu aku masih terlalu kecil dan pendek, aku ditarik pake ban. Kan jadi kurang asyik gitu ! Habis aku nggak bisa ngrasain apa-apa. Iya kan ? Makanya aku senang banget diajak lagi ke Gua Cerme kali ini, apalagi ada adik-adikku yang perlu dikenalkan dengan daerah karst!

Tahu nggak, keluar dari gua kami disambut oleh apa? Hujan ! Iya, hujan deras sekali! Udah menggigil habis menjelajah sungai bawah tanah Gua Cerme, masih harus melewati ribuan tetes air yang membasahi seluruh pakaian kami. Agak sebel juga sih. Tapi yang penting aku sudah mendapat pengalaman berharga. Lagi pula hujan kan tidak bisa ditolak? Hujan adalah pemberian dari Yang Kuasa, sehingga mau tidak mau kita harus ikhlas menerima.

Oh, ya. Bicara tentang keputusan Tuhan, aku jadi teringat bahwa penjelajahan Gua Cerme bersama bapak dan adik-adikku kali ini tidak didampingi ibuku tercinta. Sedih ya? Kuharap enggak, karena siapa tahu, ibuku di surga lagi menjelajah gua abadi bersama Tuhan. Hehe.. maklum, pengkhayal. Sukanya mikirin sesuatu yang aneh-aneh. Tapi nggak ada salahnya kan?

Ya sudah, sekian dulu ceritaku kali ini. Kapan-kapan kusambung lagi, deh. Bye bye !

;;