Senin, 31 Desember 2007

Untuk Echa


-Gadis Kecil, oleh Sapardi Djoko Damono-

Ada gadis kecil diseberangkan gerimis
di tangan kanannya bergoyang-goyang payung
tangan kirinya mengibaskan tangis
di pinggir padang ada pohon dan seekor burung

Jumat, 28 Desember 2007

A.K.U

Detak jam dinding
yang seirama dengan degup jantungku
Senyapnya malam yang lekat
membuat terdengar jelas
helaan nafas anak – anakku dalam lelapnya.
Sayup aku menatapnya
Mencoba menafsirkan mimpi – mimpi
kalian, amanah yang tak terhingga
Aku, ibumu, akan selalu berusaha disampingmu,
menunggu canda tawa ataupun sedu sedan
kala jatuh atau ketika saling menggoda.
Aku, ibumu, ingin selalu menyaksikan
dan mengantar tiap keberhasilan demi keberhasilan
langkah – langkah kecilmu
Ayolah gapai asamu, geliatkan darah kreasimu
Aku, ibumu, mengharap jadi teman dan pendamping
Setia ketika bakatmu terolah dan melesat
bagai anak panah mencari bintang
Ya, bintang yang kau pilih
Jam dinding dan jantungku makin berirama
berdetak dan berdegub
Dan, aku, ibumu,
yang mencoba tetap tersenyum
ketika bersitatap dengan mata indahmu


7 September 2006, 23.10 WIB

Untuk anak – anakku,
Aliyah Sekar Ayu/ECHA (9 th)
Rasyiida Acintya/TYA (5 th 2 bln)
Inayah Aditya/NAYA (3 th 5 bln)

Kamis, 27 Desember 2007

Metropolitan

Berbondong-bondong orang ke sana
Untuk mengadu nasib mencari kerja
Tanah,sawah,dan ladang dijual
Agar bisa hidup di Jakarta
Mereka terbuai oleh kata-kata
Dan banyak orang yang percaya
Betapa senang hidup di Jakarta
Segala telah tersedia
Apa-apa ada
Semua kata bisa terlaksana
Tetapi apa nyatanya
Tiada kerja tiada usaha
Kecuali meminta-minta
Mereka pulang dengan tangan hampa
Merana dan penuh derita

Terima Kasih

Dari baru lahir hingga saat ini
Ibuku bersedia merawatku
Karena itu aku ingin membalasnya
dengan menuruti segalanya
dengan ikhlas

Dan semoga Ibu masuk surga

Oleh sekar ayu, 2005

Minggu, 23 Desember 2007

Sahabatku

Kemarin, setelah sobatku pulang dari latihan TS di sekolah, dia main ke rumah. Asyik buanget, lho.
Sayang... sobatku cuma sebentar mainnya, habis hujan reda langsung dijemput papanya. Yah, ngga papa sih, cuma kurang puas aja. Tapi ngga papa, karena sebentar lagi liburan, jadi aku bisa main ke rumahnya sampe puas.

Tapi untuk pertemuan kemarin udah cukup, kok. Aku udah lega gitu, habis sebelumnya sobatku dihubungi aja susah banget. Pertama dia lagi di Mushalla, terus lagi di rumah eyangnya. Sempat sebel juga, sih. Tapi setiap orang pasti punya kesibukan tersendiri, ya kan ?
Jadi, yaa aku nggak bisa melarang sobatku untuk gak keluar rumah sepanjang hari. Toh, juga dia masih tetap sobatku....

Udah dulu, ya. Besok aku sambung lagi deh ! Bye-bye !

Sabtu, 22 Desember 2007

Gadis Kecil Bernama Echa


Aku sayang gadis kecil ini.
Gadis kecil sepuluh tahun yang berlari ke kamar sambil tertawa malu diikuti adik-adik kecilnya, waktu aku datang ke rumahnya pertama kali. Ayahnya menggiring mereka menemuiku dan dia menatapku dengan mata bundarnya, penuh rasa ingin tahu.
Aku mengajak mereka mengobrol dan bercanda, dan si mata bundar itu memperlihatkan puisi-puisinya di komputer ayahnya.

Dia duduk di sebelahku, satu kursi berdua. Sambil merangkulnya, aku membaca puisi-puisinya.

Dan sungguh aku tak pernah sekagum itu pada seorang gadis kecil. Dia bukan gadis kecil biasa rupanya. Dia pandai mencurahkan isi hatinya menjadi rangkaian kata-kata indah dan mengharukan.

Malu-malu dia menerangkan makna setiap puisinya. Kebanyakan tentang almarhumah ibunya yang meninggal karena kanker payudara.
Begitu pedih. Begitu menyentuh. Dan kau tidak akan pernah bisa sungguh-sungguh memahami perasaannya jika masih memiliki seorang ibu yang selalu bisa memeluk dan dipeluk.

Gadis kecil ini membuatku takut kehilangan ibuku. Yang meskipun kadang-kadang bawel, tapi selalu menelepon ke ponselku menanyakan kabar atau menceritakan hal-hal sepele. Sekarang aku tahu, Ibu hanya ingin menunjukkan kepadaku bahwa dia selalu ada untukku.

Sebelum bertemu gadis kecil ini, aku tidak pernah menyadari bahwa aku sangat membutuhkan ibuku.

Sekarang, dia cuma punya ayahnya. Dan aku. Yang mencoba menjadi sahabatnya.
Dalam koleksi puisinya, aku menemukan puisi tentang ayahnya yang diberinya judul "Yang Tak Pernah Mengeluh."

Membuatku menangis terharu, karena aku tahu ayahnya sangat mencintai dia dan adik-adiknya.
Aku tahu, karena di setiap obrolan kami, ayahnya selalu menyelipkan cerita tentang gadis-gadis kecilnya....

Echa...
Seperti ibuku, aku akan mengirimimu sms atau menelponmu meski hanya untuk menceritakan hal-hal sepele. Aku ingin kamu tahu, aku juga selalu ada untukmu....

(Ditulis Tante Retno untuk Echa)

Terakhir Kali Aku Dengar Suara Ibu

Terakhir kali aku dengar suara ibu (lewat telepon) :
Hari Senin, 12 Maret 2007

Di telepon Ibu bilang:

Echa : Bu, aku kangen sama ibu. Aku pingin ketemu.(nangis)
Ibu : Eh, nggak usah nangis. Ibu juga kangen sama anak-
anak. Di sini Ibu dapat 5 teman baru, lho. (hampir nangis)
Besok tanggal 18 sampai 19 ’kan libur, Echa bisa nengok Ibu. Eh, disini ibu lihat VCD pentasmu yg di panggung kesenian Sekaten kemarin, lho.
Echa : seminggu lagi ’kan masih lama, aku pingin ketemu sekarang! Rasanya sepi nggak ada Ibu!
Ibu : Iya, iya. Ibu tahu. Ibu juga pingin ketemu Echa. Udah! Ee.. jangan nangis lagi!
Echa : Jadi kamarnya Ibu sekarang nggak sempit kayak yang di PKU?
Ibu : Ya lumayanlah! Agak luas.
Echa : Ya, udah ya Bu, cepat pulang. Aku pingin Ibu pulang nanti udah sehat.
Ibu : Ya Echa. Insya Allah ya. Makanya doakan Ibu biar cepat sembuh.
Echa : Ya Bu. Assalamu’alaikum.
Ibu : Wa’alaikum salam.

Kurang lebih seperti itulah percakapan terakhirku dengan Ibu.

Surat Kepada Illahi

Kepada : Allah di Surga,
Kutitipkan surat ini lewat Malaikat Jibril
Sampaikan salamku untuk Allah, ya !

Ternyata Bapak sayang sama aku
Tapi kenapa Tuhan memberiku cobaan yang bertumpuk–tumpuk
Hari ini
Aku akan berpisah dengan ibu dan ayahku !
Kenapa?
Supaya ibuku lekas sembuh
Dan kuharap aku tidak bermimpi lagi
Bertemu ibu dari tempat pengobatan di Semarang
Dalam keadaan sehat wal afiat
Dan sambil berlari-lari kecil
Aku menyongsongnya
Lantas kupeluk ibuku erat-erat
Aku yakin harapan itu akan terkabul
Itu bukan mimpi! Bukan!
Suatu saat, itu pasti jadi kenyataan . . .
Dan kini
Yang dapat kulakukan hanyalah berdoa
Mengharap kesembuhannya
Dengan doa yang kupanjatkan pada-Mu


Dari hamba-Mu
Aliyah Sekar Ayu
Dunia, Jokja 8 Maret 2007

Ya Allah, tolonglah suratku ini supaya dapat sampai ke tangan-Mu
Dengarlah doaku agar rahmat-Mu menyertainya
Aku tak mengira akan senekat ini, entah kenapa aku berbuat seperti ini
Ya Allah kabulkanlah doaku ini, Amin. . . .

Wahai Ibu


Alm. Ibuku, Ika Budi Rahayu
Akankah dunia terang tanpa sinarMU
Akankah alam damai tanpaMU
Akankah makhlukMU puas tanpa keputusanMU
Masihkah udara segar tersisa untukku
Hamba yang bergelimang dosa
Yang lama tak bersyukur padaMU
Yang lama tak bertobat padaMU
Atas kesalahan hampaku
Yang membawaku pada kesengsaraan

Duka keluargaku
Dikarenakan ulah nakal tubuh kumalku
Yang terlunta – lunta usang dan berdebu
Kebiadaban yang terus menerpa tubuh ini
Telah menggoreskan luka yang teramat dalam
Telah menyisakan duka
Pengalaman pahit itu

Masih teringat jelas dalam benakku
Pada masa kecilku yang hanya satu
Kuteteskan rinduku
Hanya untukmu
Yang telah bahagia di sisiNYA
Jangan lagi sayat aku
Dengan masa laluku
Yang pelik diartikan

Ibuku . . .
Aku selalu mengingatmu
Dan walaupun kau tlah bersamaNYA
Jangan pernah lupakan aku
Dan janjilah
Kau kan datang di setiap mimpi – mimpiku
Satu anakmu
Yang sangat rindu suara merdumu
Cekatan gerak gerikmu
Serta belaian kasihmu
Yang kau curahkan setiap waktu
Slalu . . .

Walau kini kita berbeda alam
Ingatlah, ibuku !
Kebiadaban masih menerpa tubuhku
Dan akan terus begitu
Selama hidupku
: Luka masih tersisa
dingin kan terus melanda
tanpa kenal waktu
meski tanpa peluk hangatmu
ku kan mencoba jalani itu

Dan andai kubisa
ku 'kan selimutimu, ibuku
walau kini kau telah dalam lindunganNYA
kuyakin kau tetap slalu ada untukku
karena aku dan kedua adikku
ketiga anak kandungmu
masih membutuhkanmu
sosok wanita sepertimu
'kan abadi dalam hati kami
karena wanita baik sepertimu
hanya satu di dunia ini
dan tak akan pernah ada
orang lain yang dapat meggantikanmu
karena tak semudah itu
kami bisa melupakanmu


Ingat kami ya, Bu...
ECHA-TYA-NAYA
29 Juli 2007

Yang Tak Pernah Mengeluh

Caving dengan Bapak & adik-adik

Wajahmu yang tegas
Yang penuh urat keras
Dengan rambut yang cepak
Rapi dan tidak gondrong
Berjenggot dan berkumis
Dan bermata awas
Jujur dan sopan
Gagah perkasa
Walaupun bersifat keras
Tapi ceria dan ramah

Bekerja sekuat tenaga
Dan tak pernah mengeluh
Tak peduli badan yang lelah
Karena tak mau menjadi lemah

Adalah ayahku
Yang rambutnya telah beruban
Tapi walau begitu, ia tetap cool

Memang tidak bisa
Kalau disuruh janji-janji
Tapi harus tahu sebabnya
Tentu karena banyak bekerja

Kurang pandai kalau memasak
Tapi selalu mencoba
Demi aku dan kedua adikku
Demi masa depan yang bersahaja

Ayahku, pejuang keluarga


Rotowijayan, 18 April 2007

Sesal

Meringkuk sajalah aku dalam penjara
Bila tak ada bantuan dari saudara
Daripada tersiksa aku di luar sana
Diri hanya dapat berdoa

Akh mengapa ?
Hati ini menjadi gelap gulita
Pikiran apa melintas saja
Walau tetap merindukan Bunda

Tetapi apa daya
Waktu memang tak dapat diputar kembali
Ibuku tak dapat dihidupkan lagi
Akh, penyesalan saja tak cukup diluapkan kini
Memang sudah terlambat
Apa yang bisa berubah ?


Aliyah Sekar Ayu
Rotowijayan, 5 April 2007

Jumat, 21 Desember 2007

Tempat KIta Bertemu

Di dunia ini
Hanya satu tempatku bermimpi
Di alam tidurku yang lelap
Tempatku bermain dengannya

Sahabatku,
Hanya di sini kita dapat bertemu
Hanya di sini kita dapat bermain bersama
Dan bertukar cerita

Sahabatku,
Kini aku tahu
Aku tahu lewat mimpiku
Yang kau rasakan, yang kau ceritakan
Kini menjadi yang kupikirkan

Sahabatku,
Setiap kita bertemu
Kita rasakan dukacita bersama
Apakah kau tidak lelah
Mendengarkan ceritaku
Mendengarkan celotehku
Yang panjang lebar

Sahabatku,
Terima kasih kau mau menjadi sahabatku

Aku

Detak jam dinding
yang seirama dengan degub jantungku
Senyapnya malam yang lekat
membuat terdengar jelas
helaan nafas anak – anakku dalam lelapnya.
Sayup aku menatapnya
Mencoba menafsirkan mimpi – mimpi
kalian, amanah yang tak terhingga
Aku, ibumu, akan selalu berusaha disampingmu,
menunggu canda tawa ataupun sedu sedan
kala jatuh atau ketika saling menggoda.
Aku, ibumu, ingin selalu menyaksikan
dan mengantar tiap keberhasilan demi keberhasilan
langkah – langkah kecilmu
Ayolah gapai asamu, geliatkan darah kreasimu
Aku, ibumu, mengharap jadi teman dan pendamping
Setia ketika bakatmu terolah dan melesat
bagai anak panah mencari bintang
Ya, bintang yang kau pilih
Jam dinding dan jantungku makin berirama
berdetak dan berdegub
Dan, aku, ibumu,
yang mencoba tetap tersenyum
ketika bersitatap dengan mata indahmu

Kepada Siapa

Kepada siapa kuceritakan pengalamanku hari ini?
Bila bukan pada ibuku, yang akan selalu menerima curhatku
dengan tangan terbuka. Tapi kini engkau tlah tiada.

Kepada siapa kucurahkan isi hatiku?
Bila bukan pada ibuku, yang akan selalu menerima isi hatiku
dengan lapang dada. Tapi kini engkau tlah tiada.

Kepada siapa kuberitakan suka dukaku di sekolah?
Bila bukan pada ibuku, yang akan memberikan solusi dan nasehat yang tepat. Tapi kini engkau tlah tiada.

Yah. . .
Boleh saja ibuku tidak ada di dunia ini.
Boleh saja ibuku berbeda alam dengan kami.
Apa mau dikata kalau sudah terjadi?
Tapi yang pasti, ibuku akan slalu ada dalam pikiran dan hati.


Rotowijayan,18 April 2007
Aliyah Sekar Ayu
Kelas V-A
SD Muhammadiyah Kauman

Doaku


Ya Allah
Mengapa?
Mengapa Engkau memberikan cobaan berat
bagi keluarga Echa?
Mengapa Engkau tega memberi cobaan ini?
Ya Allah . ..
Sembuhkan ibuku, ya Allah . . .
Bebaskan beliau dari penyakitnya,
Kanker payudara . . .

Kamis, 20 Desember 2007

Sekolah Pertamaku

HARI PERTAMAKU MASUK SEKOLAH
BETAPA INDAHNYA
BETAPA RIANGNYA
GURU BARU
TEMAN BARU
SERAGAM BARU
DAN SEPATU BARU

Untuk sekar ayu, juli 2001
Ika budi rahayu

Ketika Ibu Sakit

Aku menyayangi Ibu
Setiap aku sedih
Ibu yang menghiburku
Ibu tak lupa tentangku

Kanker payudara
telah membuat ibuku sakit
Kalau aku sedih
Siapa yang menghiburku?

Kini lebih sepi lagi
Ibukutelah berangkat ke surga
Ibuku tak sakit lagi
Itu yang terbaik untuk ibuku

-Oleh Tya dan Sekar, Maret 2007-

Kata Terakhirmu

Ketika kuteringat padamu
Dan setelahnya kumenangis tersedu
Kemudian kukirim sms lewat telepon genggam
Kepada kau yg jauh disana kutujukan sms-ku
Dalam sms itu kulampiaskan isi hatiku
Bahwa kurindu padamu
Rindu akan hangatnya pelukanmu
Rindu akan lembutnya belaianmu
Rindu akan merdunya suaramu
Serta uraian sayang dan cinta kasihmu

Setelah itu kuterpaksa menunggu
Jawabanmu yang menghibur dan menenangkan hatiku

Akhirnya masa itu berlalu
Teleponku berdering melagu
Kuangkat dan kuterisak saat mendengar suaramu
Dan kau mulai menghiburku
Dengan kata indahmu yang menyejukkan hatiku
Ketika kuberkata betapa inginnya kubertemu
Kau menjawabnya bahwa seminggu lagi kita dapat bertemu
Tapi itu terlalu lama bagiku
Lalu sesabar mungkin kumencoba menunggu
Akhirnya tibalah saat itu
Namun ketika kumenjumpaimu
Kau tak seperti yang kau katakan dulu
Kau terbaring lemah tak berdaya dalam keadaan koma
-Satu-

Pesona Jogja

Gunung Merapi di Utara
Gunung Sewu di Selatan
Ada Kraton di Tengahnya
Dan di antaranya aku berada

Kota Pelajar sebutannya
Berbondong orang datang
Untuk menimba ilmu di dalamnya
Dengan berbagai kendaraan yang dibawanya
Jogjakupun smakin sesak rasanya

Ada Malioboro, Beringharjo,
Tamansari sampai Taman Pintar
Mengundang wisatawan untuk mengunjunginya
Akibatnya mobil dan bus berhimpitan di jalan raya
Menimbulkan kemacetan dan polusi udara

Bila tak ditata, pesona wisata dapat merusak lingkungan kota
Jangan biarkan kami belajar dalam alam yang ternoda
Beri kami kesempatan tuk berkembang dan berkarya
Dalam lingkungan sehat kota Jogjakarta


Jogjakarta, 12 September 2007

KENANG-KENANGAN
UNTUK PAK WALIKOTA,

ALIYAH SEKAR AYU
SD MUHAMMADIYAH KAUMAN

Selasa, 18 Desember 2007

Kenangan Dariku

Kepadamu kupersembahkan puisi ini
Sebagai tanda terima kasihku
Atas dirimu yang slalu setia mendidik kami
Hingga kami menjadi pandai dan berilmu

Ini hanya seuntai kata
Sebait empat kalimat
Semoga kau berkenan menerimanya
Sebagai obat rindu meski hanya sesaat

Terima kasih Ibu Rubiyah
Atas semua nasehat yang kau berikan tanpa kenal lelah
Maafkan kami semua Ibu Rubiyah
Bila pernah menyakiti hati dan membuatmu marah

Senyummu akan slalu membayangi kami
Supaya belajar lebih giat
Wajahmu selalu mendukung kami
Supaya kami tak patah semangat

Jadi, meskipun kau tiada lagi mengajar disini
Tetap berikan senyummu
Sebab senyummu adalah semangat kami
Sebagai shodaqoh atau ibadah


Yogyakarta, 3 Oktober 2007

Maafkan Aku, Ibu

Maafkan aku Ibu . . .
Setelah perjuangan demi perjuangan dilalui ibuku dengan tabah
Untuk mendapatkan anak perempuan yang sholihah
Tapi,
Apa nasib mau dikata
Terlahirlah anak yang menggugurkan harapan ibunya
Dan kata beliau
Waktu kecil ditimang dan dibuai
Sudah besar "ngajak padu"
Betapa kecewaku mendengar kata-kata itu
Betapa tak percaya hatiku
Akan tetapi,
Kata itu keluar dari mulut Ibu
Tak disangka,
Aku anak pertama
Yang menjadi tumpuan harapan Ayah dan Bunda
Setelah menunggu sekian lama
Bukan harapan yang terlaksana
Melainkan kesedihan dan kekecewaan
Sungguh terasa pilu
Maafkan aku, Ayah dan Bunda . . . .

Ah...

Ah,
Hari-hari sepi tanpamu
Dunia tak indah karena kepergianmu
Menggigil aku tanpa hangatnya pelukanmu

Ah,
Siang terasa gelap tanpa cahayamu
Malam ini dingin tanpa dirimu
Sosok ibu selalu terbayang dalam benakku
Engkau, wanita yang bangun paling pagi dan tidur paling malam
Engkau, wanita suci yang turun dari surga
Engkau, bagai bidadari di mataku

Ah,
Mengapa Tuhan mengambilmu begitu cepat?
Mengapa penyakit memusnahkanmu?
Bukankah harusnya penyakit itu yang dimusnahkan?
Kami masih sangat membutuhkanmu, Ibu . .
Suryamu, pribadimu, suri tauladanku
Kau kan slalu abadi dalam hatiku, dalam kehidupanku


-Satu anakmu, Echa-

Senin, 17 Desember 2007

Ibuku Kartiniku

Dari anakmu
Untuk ibuku, Kartini-ku yang tegar

Ada sebuah kisah
Tentang seorang Kartini yang berat beban hidupnya
Harus pula menanggung biaya ketiga buah hatinya
Yang slalu merasa kurang bahagia kehidupannya

Dan walau sudah begitu
Cobaan tak lelah menerpa
Bencana haus akan nyawa manusia
Dan Ibuku, Kartiniku jadi korbannya


Perlahan – lahan penyakit menggerogotinya
Dan tumor payudara
Telah lama bersarang di badannya
Hingga kini aku terus berdo’a


Jauh hari jauh dariku
Kini Kartini terbaring tak berdaya
Lemah, letih dan lesu
Tak ada lagi raut ceria ibuku


Berbulan – bulan ia mendekam
Di kamarnya seorang diri
Jauh dari ramainya dunia

Yang menjadi tak indah tanpanya


Terkekang dari segala keinginan
Hanya terwujud dalam mimpi
Wajahnya pucat pasi
Diam tak bergeming


Haru aku melihatnya
Dengan senyum ia menyambutku
Betapa senang aku melihatnya
Tapi kini aku hanya bisa mendo’a


Kini ia jauh dariku
Beda kota beda kesannya
Sepi tanpanya
Hambar rasanya


Bagai teh tanpa gula
Kartiniku
Yang setia merawatku
Yang selalu mendampingiku


Entah mengapa kini berbeda
Aneh rasanya
Bingung tanpanya
Inginku menyusulnya kesana


Yang menjadi harapanku
Suatu saat nanti
Kau pulang dengan badan sehat
Aku kan menyongsongmu
Setengah berlari


Kurapatkan kenangan
Antara kau dan aku
Melalui pelukan ini
Kita jalin hubungan besama
Yang lebih bahagia
Karena kau ada
Tanpa kekurangan suatu apa




Saat ibu di rumah sakit
-Aliyah Sekar Ayu-
15 Maret 2007




Sabtu, 15 Desember 2007

Rumahku

Ada taman kecil
Di pojok halaman
Menebar harum bunga mawar
Menambah riang suasana

Kupu–kupu beterbangan
Ada yang hinggap di jendela kamar
Ada yang berkeliling ruangan

Terletak di ujung jalan
Bercat putih bersih
Tidak besar dan tidak mewah
Tetapi teduh dan rapi

-Rumahku-- karya Ibuku, Alm. Ika Budi Rahayu 2002-


Dalam Jeruji Bambu

Meringkuk sajalah aku dalam jeruji bambu
Bila tak ada sanak yang dapat membantu

Daripada tersiksa aku di luar sana
Sakit hati saja nanti jadinya

Sampai mana buntutnya
Kepastian ada akhirnya saja aku tak tahu

Ah, sudah menyerah sajalah kalau mau
Tak ada gunanya kau duka begitu
Pasti akhirnya kau menangis juga
Tetapi apa daya

Jikalau memang itu kenyataannya
Kita harus menerimanya
Dengan lapang dada

-Dalam Jeruji Bambu-



Senin, 10 Desember 2007

Puisi Bunga

BUNGA, 1
Oleh :
Sapardi Djoko Damono

(i)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia rekah di tepi padangwaktu hening pagi terbit;
siangnya cuaca berdenyut ketikanampak sekawanan gagak terbang berputar-putar di atas padang itu;
malam hari ia mendengar seru serigala.
Tapi katanya, "Takut? Kata itu milik kalian saja, para manusia. Aku ini si bunga rumput, pilihan dewata!"
(ii)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia kembang di sela-selageraham batu-batu gua pada suatu pagi, dan malamnya menyadari bahwa tak nampak apa pun dalam gua itu dan udara ternyata sangat pekat dan tercium bau sisa bangm dan terdengar seperti ada embik terpatah dan ia membayangkan hutan terbakar dan setelah api ....
Teriaknya, "Itu semua pemandangan bagi kalian saja, para manusia! Aku ini si bunga rumput: pilihan dewata!"


Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

Minggu, 02 Desember 2007

Laut

Warnamu yang jernih membiru
Bermandikan buih putih yang terbebas dari debu
Ketika kudatang menghambur ke pelukmu
Kau sambut aku dengan terjangan ombak di sela jari kakiku

Batu karang yang berdiri kokoh di tepi
Menanti untuk dijejali
Seakan membayangi diri
Untuk berdiri pada puncakmu yang abadi

Kulit kerang bertebaran
Laksana intan berlian terhamparkan
Berkilat ditimpa sinar mentari
Kilau sinarmu terpancar
Meski sering hanyut terbawa ombak
Atau tergelinding di antara pasir putih
Kau tetap licin bak permata

Panoramamu sulit dilupa
Menjelma menjadi ingatan yang kekal dalam hatiku
Tak ada foto yang sia-sia
Ketika dikaitkan dengan masa laluku
Bersama Laut
Yang makin jernih membiru

-07.01.2008-

Sabtu, 01 Desember 2007

Cerita Peri

Blog ini dibuat untuk seorang gadis kecil manis berumur sepuluh tahun...
Yang bercita-cita menjadi penulis terkenal.

-Tante Retno-

;;