Sabtu, 09 Januari 2010

Portal to DreamLand


Suatu hari yang terik, waktu menunjukkan pukul 13.40. Aku sedang membaca sebuah novel yang menurutku membosankan. Mungkin aku takkan menyentuh novel itu jika saja ada bacaan lain yang lebih bagus.

Semua saudaraku sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang asyik menggambar, sedang membuat mie instan, ada juga yang terlelap. Tentu saja mereka bukan saudara kadungku, namun karena kami telah ditakdirkan untuk hidup bersama di panti ini, hubungan kami pun jadi seakrab persaudaraan.

Ketika aku tiba pada pertenghan novel yang kubaca, kurasakan kamarku jadi lebih terang bermandi cahaya. Segera setelah itu aku membalikkan tubuh ke belakang, dan tampak olehku sebuah lubang berdiameter setengah meter ternganga di dinding.

Aku terkejut, tapi mencoba tetap tenang. Sudah sering aku membaca tentang ini dalam cerita, tapi belum pernah mengalaminya langsung. Perlahan, aku masuk ke dalam lubang bercahaya itu. Dan here I am, aku tiba di depan gerbang warna-warni bertuliskan 'Welcome to DreamLand'.

Aku tak tahu berapa lama aku di tempat asing itu. Yang kurasakan hanya perasaan senang dan puas karena segala yang kuminta dapat terkabul dengan segera. Namun kemudian aku sadar. Di dunia asing ini aku hanya seorang diri di tengah segala keajaiban. Tak ada teman untuk berbagi rasa senang ini.

Akhirnya aku pun berlari... dan terus berlari... mencari cara untuk kembali ke bumi. Aku lelah terus berlari, namun jauh di depan sana kulihat lubang portal untuk kembali ke panti. Aku pun mencoba melupakan pegal yang mendera kakiku dan menyeka keringat di dahi. BLEP. Aku masuk ke lubang itu dan kembali terduduk di kamar. Seketika portal itu menghilang.

Aku tak peduli apakah ini nyata atau hanya khayalanku, tapi aku memutuskan untuk kembali menjalani kegiatanku seperti biasa. Di sini, di panti ini, aku telah menemukan duniaku yang sebenarnya. Meski tidak semua yang kuinginkan dapat terpenuhi, setidaknya aku punya banyak saudara yang selalu dapat membuatku tersenyum dan merasakan kebahagiaan sejati.

Kubuka pintu kamarku, kulihat semua saudaraku menoleh ke arahku sambil tersenyum. Aku pun membalas senyuman mereka, menutup pintu, duduk di ranjang dan meraih novel yang tadi kubaca, masih sambil tersenyum. Kulanjutkan membaca novel itu. Ajaib! Kini cerita dalam novel itu tak lagi membosankan.

Senin, 04 Januari 2010

Hanya Hampa

Jelas aku sedang bertekuk lutut di bawah nestapa menjulang
Ketika sudah tenggelam di ufuk barat, sang surya merenung
Memikirkan nasib para wanita penumbuk padi
yang belum bangun dari duduk simpuh
sama seperti aku yang
seakan beku diselimuti kehampaan ini.

Hanya hampa
memecah tabir keceriaan
menepis kebahagiaan di jalan lengang
aku terkurung di lembah sunyi
yang menyimpan sejuta misteri kehampaan ini.

Meski tak terhitung lagi berapa kali sudah aku menguap
mencoba mengusir hawa yang tak mengenakkan
namun pengaruhnya begitu kuat dan melumpuhkan.
Aku bertekuk lutut di bawah nestapa yang kian menjulang,
hanya hampa yang kurasa.

;;