Selasa, 29 Desember 2009

Jangan Pernah Ragu Berkarya


Gadis kecil dengan blus kumal bertambal itu menunduk sedih di bawah pohon pinus. Ia menyeka peluh yang membutir di dahinya, lalu menghela nafas perlahan. Dikeluarkannya sebingkai lukisan 30x30 cm dari balik blus kumalnya, lalu direnunginya dalam-dalam. Itu hasil karyanya dua tahun yang lalu.

Dua tahun yang lalu, ia sadar. Betapa ia telah membuang begitu banyak waktu untuk menunjukkan bahwa ia mampu berkarya. Ingin rasanya ia menangis sambil memukul-mukul tanah, berteriak pada orang-orang akan sesalnya mengenai hal itu. Tapi ia tak melakukannya. Ia tak menangis, karena ia tahu tangis hanya akan memperburuk keadaan.

Sepuluh menit kemudian, ia bangkit. Di simpannya kembali lukisan langit biru dan tujuh warna pelangi itu dibalik blusnya. Sang mentari sudah lebih tinggi kini, namun teriknya tak membuat semangat gadis kecil itu menguap. Sambil sesekali menyeka peluh, ia mengumpulkan ranting-ranting kecil yang jatuh di tanah. Lalu setelah ranting-ranting yang terkumpul sudah cukup banyak, ia merangkainya. Ia menyusun, menyatukan, dan merekatkan ranting-ranting itu hingga membentuk suatu sosok mungil setinggi kira-kira 25 cm. Dan ketika matahari semakin tinggi, tampaklah bahwa sosok dari ranting itu berbentuk seorang gadis yang tengah memainkan seruling.

Ia menatap puas hasil karyanya yang berdiri sederhana di atas tanah. Ketika ia mengalihkan wajah dari gadis pemain seruling itu, seorang kakek tengah memperhatikannya. Lalu sepasang suami-istri pun menghampirinya karena tertarik pada sosok mungil dari ranting kayu itu. Lalu tiga orang anak kecil. Lalu seorang pria tegap yang menggunakan setelan jas cokelat dan sepatu hitam mengkilap. Pria itu ternganga kagum atas hasil karya gadis kecil berblus kumal.

"Nak, apakah kau yang membuatnya?" tanya pria tegap itu sambil menunjuk hasil karya sederhana di depannya.

Si gadis kecil mengangguk, lalu perlahan mengeluarkan lukisan langit dan pelanginya dari balik blusnya. Mata pria tegap itu membulat.

"Lu... Luar biasa! Karyamu... karyamu ini dapat masuk museum, Nak! Apakah kau mau membawanya ke sana? Aku akan mengantarmu!" ujar pria tegap berjas cokelat.

Lagi-lagi, si gadis kecil mengangguk. Maka bubarlah kerumunan di sekelilingnya, ketika pria tegap itu menggandeng dan membawanya ke museum.

Dalam perjalanan, si gadis kecil itu tersenyum. Ia puas dapat menghasilkan dua buah karya luar biasa. Namun ia juga sedikit kecewa dan menyesal... jiwa seninya baru bangkit setelah dua tahun lamanya! Ia pun mencamkan satu kalimat dalam hatinya..., "Jangan pernah ragu berkarya..."

2 Comments:

  1. Enno said...
    wuih, tante nyaris nggak percaya... pilihan diksi dan susunan kalimat echa sudah semakin bagus...

    nah, bener tuh. jgn pernah ragu berkarya! latihan terus ya

    :)
    Little Fairy said...
    hahaha tante bisa aja :)

Post a Comment